MENGENAL SYEKH MUHAMMAD TAQIYUDDIN
AN-NABANI DAN PEMIKIRANYA
Nama
lengkapnya Syekh Muhammad Taqiyuddin bin Ibrahim bin Mustafa bin Ismail bin
Yusuf An-Nabhani. Namun, ia lebih dikenal dengan nama Syekh Taqiyuddin
An-Nabhani, Syekh Taqiyuddin An-Nabhani dilahirkan pada tahun 1909 di daerah
Ijzim. Namanya dinisbatkan kepada kabilah Bani Nabhan, yang termasuk suku Arab
penghuni padang sahara di Palestina.[1]
Ayahanya
adalah seorang pengajar syariah di kementrian pendidikan palestina, beliau banyak
belajar dari ayahnya yang merupakan seorang pengajar begitu pula ibunya yang
mendapatkan ilmu dari ayahnya mengajarkan kepada sheik taqiyudin an-nabani,
sekitar umur 13 tahun beliau mampu menghafalkan al-quraan dengan bimbingan ayah
dan kakeknya.[2]
Disamping
itu beliau mendapat pendidikan umum di sekolah dasar ijzim dan setelah lulus
melanjutkan sekolah menegah pertama di Akko, dengan dorongan kakenya taqiyudi
berhijrah ke mesir untuk melanjutkan sekolahnya di kairo dan mendaftarka di Tsanawiyah
Al-azhar dan mampu menyelesaikan studynya dengan predikat yang sangat
memuaskan. Kemudian beliau melanjutkan kuliah di unversitas Darul ulum
merupakan cabang Al-azhar paa waktu itu.
Setelah
mendapatkan ilmu yang beliau pelajari di kairo, beliau kembali ke palestina untuk
mengajar di sekolah-sekolah di palestina, perjalanan hidupnya bukan hanya
seorang guru setelah menjadi Guru beliau mengajukan permohonan untuk bekerja di
mahkamah syari’ah, nampaknya beliau lebih suka bekerja di bidang peradilan
(qadha).
Pemikiran Politik Taqiyudin
An-nabani
Pemikiran
dan gagasan politik Syaikh Taqiyyuddin juga tidak bisa dilepaskan dari pengaruh
dua sosok guru dalam kehidupannya, yaitu kakek beliau Syaikh Yusuf an-Nabhani
dan Syaikh Muhammad Khadir Hussein. Kedua sosok ini termasuk tokoh pembela
Khilafah (anshâr al-Khilâfah) pada masa Daulah Utsmaniyah. Dari keduanyalah
Syaikh Taqiyyuddin memahami hal-hal yang berkaitan dengan Khilafah dan
pertentangan antar Islam dan Barat.
Meski
pemikiran Syaikh Yusuf an-Nabhani banyak mempengaruhi pemikiran Syaikh
Taqiyuddin, saat kembali ke Palestina beliau tidak bercorak sufi. Siapa saja
yang mengkaji teks-teks pemikiran an-Nabhani pada tahap awal akan menemukan
bahwa an-Nabhani cucu menempuh jalan yang berbeda dengan an-Nabhani kakek. Hal
ini terjadi sebagai akibat benturan beliau dengan tsaqâfah Barat yang sedang
mendominasi saat itu, juga sebagai akibat beliau terjun dalam urusan politik
yang sedang bergejolak saat itu.
untuk
mensosialisasikan pemikiran Islam politik sebelum mendirikan HT. Hal ini
disebabkan oleh dua perkara: Pertama, pendudukan Palestina oleh Inggris yang
disertai dengan migrasi kaum Yahudi secara massif ke Palestina. Hal inilah yang
menyebabkan cita-cita awal Syaikh Taqi adalah bagaimana caranya memerdekakan
Palestina. Atas dasar ini beliau menulis bukunya yang istimewa, Inqâdz Falistin
(Membebaskan Palestina), dua tahun setelah Palestina jatuh ke tangan Yahudi.
Kedua,
tumbuh-suburnya gerakan komunis dan gerakan nasionalis di negeri Syam sebagai
pengaruh pemikiran Barat dan akibat tidak adanya gerakan Islam yang seimbang pada
saat itu. Dari sini beliau banyak mengkritik gerakan Al-Ikhwan al-Muslimun.
Berikutnya beliau mendirikan Hizbut Tahrir dengan bertumpu pada beberapa kader
pergerakan di Palestina dan Yordania. Tujuannya agar partainya yang baru ini
mengambil corak partai yang berbeda dengan partai-partai yang sudah ada.